Politik Identitas?

"Kampanye politik jangan bawa-bawa agama!" kata sebagian orang.

Sungguh itulah ṡubhat dari kalangan sekuler yang mereka memang ingin memisahkan agama dari kehidupan kaum Muslimīn. Padahal, di dalam àqīdah Islām agama itu harus dibawa ke dalam hal apapun juga.

Bagaimana tidak…?

Cobalah ingat, ketika bangun tidur ada doanya, lalu ketika mau tidur ada pula doanya pula (bahkan ada tata cara sunnahnya). Masuk ke kamar mandi itu ada doanya, buang hajat ada aturannya, dan keluar dari wc pun ada doanya. Dari ujung kepala sampai ke ujung kaki ada aturannya, ada doanya. Begitu pula dari lahir sampai kita mati harus atas dasar agama, apalagi "hanya" urusan politik?

Orang jadi imām ṣolāt saja dipermasalahkan di dalam masa kampanye, padahal setidaknya itu justru menunjukkan keberpihakkannya kepada Islām, dan identitas diri sesuai dengan pesan al-Qur-ān "iṡhadū bi anna muslimūn" (arti: persaksikan bahwa kami ini orang Islām).

Politik identitas itu adalah HARUS, dan bahkan ia adalah bagian dari "al-walā’ wal-barō’". Bahkan identitas yang wajib ditunjukkan itu adalah identitas agama.

Kalau yang mempermasalahkan "jangan bawa-bawa agama" itu adalah orang sekuler, maka itu bisa dimaklumi. Demikian juga kalau ucapan itu keluar dari orang yang latar belakangnya adalah "abangan" atau awam sama sekali. Akan tetapi, menjadi naïve kalau pernyataan itu justru dikeluarkan oleh orang-orang yang "sudah ngaji". 

Miris…

نَسْأَلُ ٱللهَ ٱلْسَلاَمَةَ وَٱلْعَافِيَةَ فِي ٱلْدُنْيَا وَٱلْآخِرَةِ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh