Mereka Menjadikan Ngustad Mereka Sebagai Tandingan الله

Sungguh الله Subhânahu wa Ta‘âlâ mencela kelakuan kaum Ahlul-Kitâb (Yahûdi dan Nashrônî) yang menjadikan orang-orang ‘alim dan rahib-rahib mereka sebagai sesembahan selain الله.

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ

(arti) _“Mereka menjadikan orang-orang ‘alim dan rahib-rahib mereka sebagai robb-robb selain Allôh.”_ [QS at-Taubah (9) ayat 31].

Ayat ini ditafsirkan dengan hadîts yang diriwayatkan dari Shohâbat ‘Adî ibn Hatim رضي الله عنه, bahwa ia pernah mendatangi Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم sedangkan di lehernya ada (kalung) salib yang terbuat dari bahan emas.

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

يَا عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ وَسَمِعْتُهُ يَقْرَأُ فِي سُورَةِ بَرَاءَةَ ((اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ)) … أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ

(arti) _“Wahai ‘Adî, buanglah berhala itu darimu!”_ -dan ‘Adi mendengar Nabî membaca (ayat al-Qur-ân) Surat Barô-ah (at-Taubah)- _“Mereka (orang-orang Yahûdi dan Nashrônî) menjadikan orang-orang ‘alim dan rahib-rahib mereka sebagai robb-robb selain Allôh.”_ … _“Sungguh mereka itu (para pengikut) tidaklah ber‘ibadah kepada mereka (orang-orang ‘alim dan rahib-rahib), akan tetapi jika mereka (orang-orang ‘alim dan rahib-rahib) menghalâlkan sesuatu untuk mereka (para pengikut), maka mereka (para pengikut) pun menganggapnya halâl . Jika mereka (orang-orang ‘alim dan rahib-rahib) mengharômkan sesuatu untuk mereka (para pengikut), maka mereka (para pengikut) pun menganggapnya harôm.”_ [HR at-Tirmidzi no 3095].

Dalam riwayat lain:

‘Adî ibn Hatim pernah mendatangi Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم sedangkan pada lehernya terdapat (kalung) salib yang terbuat dari emas. Kemudian ‘Adi mendengar Nabî membaca (ayat al-Qur-ân):

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّه

(arti) _“Mereka (orang-orang Yahûdi dan Nashrônî) menjadikan orang-orang ‘alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb (tuhan-tuhan) selain Allôh.”_

‘Adî ibn Hâtim berkata: "Wahai Rosûlullôh, sungguh mereka itu (para pengikut) tidaklah ber‘ibadah kepada mereka (orang-orang ‘alim dan rahib-rahib)!"

Kata Nabî صلى الله عليه و سلم:

أَجَلْ ، وَلَكِنْ يُحِلُّوْنَ مَا حَرَّمَ اللهُ فَيَسْتَحِلُّونَهُ وَيُحَرِّمُوْنَ عَلَيْهِمْ مَا أَحَلَّ اللهُ فَيُحَرِّمُوْنهُ ، فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ لَهُمْ

(arti) _“Iya, akan tetapi ketika mereka (orang-orang ‘alim dan rahib-rahib) menghalâlkan apa yang Allôh harômkan, lalu mereka (para pengikut) pun menganggapnya halâl. Dan ketika mereka (orang-orang ‘alim dan rahib-rahib) mengharômkan apa yang Allôh halâlkan, maka mereka (para pengikut) pun menganggapnya harôm. Itulah per‘ibadahan mereka (para pengikut) kepada mereka (orang-orang ‘alim dan rahib-rahib).”_ [HR al-Baihaqî, Sunan al-Kubrô I/166].

☠  Ternyata, kelakuan Ahlul-Kitâb (Yahûdi dan Nashrônî) itu ditiru betul oleh GPK Kokohiyyun.

Iya, GPK Kokohiyyun itu adalah copycat dari Ahlul-Kitâb.

❓ Apa buktinya?

Bukti dari GPK Kokohiyyun itu menta'ati ngustad-ngustad dan menjadikan ngustad-ngustad mereka itu sebagai tandingan terhadap الله adalah:
🔥 Ketika ngustad-ngustadnya melarang ikhwan / akhowatnya menikah dengan akhowat / ikhwan lain yang tidak semanhaj, maka mereka pun mendengar dan ta'at.
🔥 Ketika ngustad-ngustadnya melarang ikhwan / akhowatnya untuk mendengar kajian asatidz lain di luar gerombolannya, maka mereka pun mendengar dan ta'at.

Apabila hadîts mulia ‘Adî ibn Hatim رضي الله عنه tersebut diterapkan di Zaman Now kepada GPK Kokohiyyun, maka kira-kira akan seperti ini…

===---===---===---===

Seorang ikhwan datang ke hadapan seorang syaikh, di mana ikhwan tersebut sangat bangga memakai baju yang ada logo  jaringan radio / tv da‘wah yang terafiliasi dengan ngustad-ngustadnya…

Lalu sang Syaikh berkata: "Inilah orang yang meng‘ibadahi ngustad-ngustadnya!"

Si Ikhwan pun kaget, lalu ia segera menjawab: "Wahai Syaikh, mana mungkin kami meng‘ibadahi guru-guru kami…!?!"

Lalu sang Syaikh berkata: "Bukankah ketika ngustad-ngustad kalian itu melarang kalian menikah dengan akhowat yang beda pengajian dengan kalian dengan alasan beda manhaj, padahal الله bahkan memperbolehkan lelaki Muslim menikahi perempuan Ahlul-Kitâb, maka kalian menta'ati ngustad-ngustad kalian itu?"

"Iya betul…" jawab si Ikhwan.

Syaikh melanjutkan: "Bukankah ketika ngustad-ngustad kalian melarang kalian untuk menimba ‘ilmu dari asatidz yang ada di luar gerombolan kalian dengan alasan tidak boleh berprinsip "ambil baiknya dan buang buruknya" karena itu adalah "Manhaj Lalat" dan layaknya "maling sandal di Masjid", maka kalian pun menta'ati ngustad-ngustad kalian itu, padahal para asatidz yang ada di luar gerombolan kalian itu juga mengajarkan al-Qur-ân dan as-Sunnah?"

"Iya betul…" jawab si Ikhwan itu lagi.

"Maka begitulah cara kalian meng‘ibadahi ngustad-ngustad kalian di stasiun radio / tv itu!" tutup sang Syaikh.

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Sutroh