Daging ‘Ulamâ’ Beracun?
Ada fenomena orang-orang yang tadinya dianggap ‘alim lalu tiba-tiba berganti pihak jadi pembela pihak yang jahat. Lalu orang-orang pun membicarakannya. Namun sebagian orang menganggap membicarakan tersebut adalah hal yang buruk.
Adalah sebuah perkataan yang sangat terkenal dari al-Hafizh Ibnu Asakir رحمه الله yaitu: "أَنَّ لُحُومَ العُلَماءِ مَسْمُومَةٌ" (arti: daging ‘ulamâ’ itu beracun – lihat: Tabyin Kadzib al-Muftari) yang sering digunakan untuk menakut-nakuti orang dalam membicarakan tentang seorang ‘ulamâ’ (atau dianggap ‘ulamâ’).
Bagaimana menyikapi hal itu?
Begini…
Jangankan ‘ulamâ’, siapa pun juga muslim dilarang untuk dighîbah dan dirusakkan kehormatannya.
📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه وسلم:
دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُم ْ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا ، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا
(arti) _“Sungguh darah dan harta kalian harôm bagi sesama kalian. Sebagaimana harômnya hari ini, harômnya bulan ini di negeri kalian ini.”_ [HR Muslim no 1679].
Maka apalagi ia adalah seorang ‘ulamâ’…?
Tentunya akan lebih berat lagi hukumannya merusakkan kehormatan dari seorang ‘ulamâ’.
⚠ Akan tetapi semuanya ada pengecualiannya… di mana itu berlaku untuk ‘ulamâ’ robbani (‘ulamâ’ yang mengajak kepada kebenaran), bukan ‘ulamâ’ sû’ (‘ulamâ’ yang buruk).
Memangnya ada ‘ulamâ’ sû’…?
Ada! Perhatikan…
📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه وسلم:
ﻣَﻦْ ﺗَﻌَﻠَّﻢَ ﻋِﻠْﻤًﺎ ﻣِﻤَّﺎ ﻳُﺒْﺘَﻐَﻰ ﺑِﻪِ ﻭَﺟْﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﻻَ ﻳَﺘَﻌَﻠَّﻤُﻪُ ﺇِﻻَّ ﻟِﻴُﺼِﻴﺐَ ﺑِﻪِ ﻋَﺮَﺿًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻋَﺮْﻑَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ
(arti) _“Siapa saja yang mempelajari ‘ilmu (agama) yang seharusnya ia mengharapkan wajah Allôh, tetapi ia mempelajarinya hanya untuk mencari harta benda duniawi, maka ia takkan mendapatkan wangi Syurga di Hari Qiyâmat.”_ [HR Abû Dâwud no 3664; Ibnu Mâjah no 252; Ahmad no 8103].
Jadi memang ada yang namanya ‘ulamâ’ sû’.
Membicarakan tentang bahaya ‘ulamâ’ sû’ dalam rangka memperingatkan manusia bukanlah ghîbah. Bahkan, justru itu adalah perintah dari الله Subhânahu wa Ta‘âlâ.
Perhatikan ayat suci berikut ini…
📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ ۞ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ذَّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ۞ سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَأَنفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ
(arti) _“Dan kisahkanlah (wahai Muhammad) kepada mereka tentang orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian ia mencampakkan ayat-ayat itu, lalu Syaithôn pun mengikutinya, maka jadilah ia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sungguh-sungguh Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi ia cenderung kepada duniawi dan memperturutkan hawa nafsu rendahannya, maka perumpamaannya adalah seperti anjing yang jikalau kamu menghalaunya dijulurkannya lidahnya, dan jikalau kamu membiarkannya ia julurkan juga lidahnya. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zhôlim.”_ [QS al-A‘rôf (7) ayat 175-177].
Ayat-ayat suci tersebut mengisahkan tentang Bal‘âm ibn Baurô’.
Siapa Bal‘âm ibn Baurô’ tersebut?
Silakan baca kisahnya di sini: http://bit.ly/2uBPkgj
Bal‘âm jelas seorang ‘ulamâ’, akan tetapi ia jadi ingkar karena memperturutkan hawa nafsu rendahannya, bahkan malah jahat terhadap orang-orang berîmân…!
❗ Perhatikan bahwa justru الله Subhânahu wa Ta‘âlâ memerintahkan Baginda Nabî untuk menceritakan kisah tentang Bal‘âm.
Jadi…
Terhadap ‘ulamâ’ sû’ perintahnya justru harus memperingatkan manusia akan fitnahnya. Bukan malah menyembunyikan dengan alasan "daging ‘ulamâ’ itu beracun".
‘Ulamâ’ sû’ ini adalah hal yang sangat dikhawatirkan oleh Kholîfah ‘Umar ibn al-Khoththôb رضي الله عنه.
📍 Kata Kholîfah ‘Umar رضي الله عنه:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى هَذِهِ الْأُمَّةِ الْمُنَافِقُ الْعَلِيمُ … عَالِمُ اللِّسَا نِ ، جَاهِلُ الْقَلْبِ وَالْعَمَلِ
(arti) “Sungguh yang paling mengkhawatirkan aku dari perkara yang akan menimpa ummat ini adalah para munâfiq yang ber‘ilmu … mereka ‘alim dalam lisannya, namun bodoh dalam urusan hati dan ‘amaliyah [Atsar Riwayat al-Firyabi, Shifat an-Nifâq (al-Ghozali, Ihya Ulumuddîn)].
‘Ulamâ’ sû’ ini, walau kelihatannya mereka ‘alim, menguasai al-Qur-ân dan al-Hadîts, akan tetapi hakikatnya mereka berpihak kepada musuh-musuh Islâm. Merekalah yang memecah-belah Ummat Islâm dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan kontroversial yang bahkan sangat merusak ‘aqidah dan persatuan ummat.
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah رحمه الله bahkan memperingatkan tentang menyikapi ‘ulamâ’ sû’ itu dengan perkataan yang lebih tegas lagi.
📍 Kata Ibnu Taimiyyah رحمه الله:
إِذَا رَأَيْتُمُونِي مِنْ ذَلِكَ الْجَانِبِ وَعَلَى رَأْسِي مُصْحَفٌ ، فَاقْتُلُونِي
(arti) “Apabila kalian melihatku ada di barisan sana (pihak Tatar), sementara di atas kepalaku ada mus-haf (al-Qur-ân), maka bunuhlah aku!” [lihat: Ibnu Katsîr, al-Bidâyah wan-Nihâyah].
Semoga الله melindungi kita dari fitnah ‘ulamâ’ sû’ ini.
نسأل الله السلامة والعافية
Komentar
Posting Komentar