Solar B20 Untuk Kepentingan Rakyat?

Mulai 1 September 2018, penggunaan bahan bakar Solar B20 diimplementasikan ke seluruh pengusaha – link: http://bit.ly/2DIxMnY


Apa itu Solar B20?


Solar B20 di Indonesia itu adalah bahan bakar campuran yang terdiri dari 20% Minyak Sawit (Bio-diesel) dan 80% Minyak Bumi (Petroleum-diesel).


Ukuran molekul Bio-diesel dan Petroleum-diesel itu relative sama, hanya berbeda di struktur kimianya saja. Struktur kimia Bio-diesel itu hampir seluruhnya terdiri dari Fatty Acid Methyl Esters (FAME), mengandung komponen Unsaturated Olefin. Sebaliknya, Petroleum-diesel itu terdiri dari 95% Saturated Hydrocarbons dan 5% Compound Aromatic.


Adakah keuntungan memakai Solar B20 tersebut?


Tentunya ada, di antaranya adalah:

⑴. Bio-diesel memiliki tingkat lubrisitas yang lebih tinggi dibanding Petroleum-diesel, sehingga mengurangi tingkat keausan pada mesin.

⑵. Bio-diesel tidak mengandung Sulfur, sehingga otomatis mesin-mesin yang menggunakan Bio-diesel ini polusinya jauh lebih rendah dibanding mesin-mesin yang menggunakan Petroleum-diesel.

⑶. Bio-diesel memiliki konten Oksigen yang lebih tinggi dibanding Petroleum-diesel, sehingga tentunya akan menghasilkan tingkat polusi pada emisi yang lebih rendah.

⑷. Bio-diesel jauh lebih tidak toksik dibanding Petroleum-diesel,  This can be a real benefit for spill cleanups.


Namun ternyata Bio-diesel ini juga ada kerugiannya, yaitu:

⑴. Karena Bio-diesel mengandung konten Oksigen yang lebih tinggi, maka tenaga mesin akan berkurang sedikit (sekitar 4%).

⑵. Bio-diesel cenderung mengental dan menjadi jelly pada temperatur yang rendah dibandingkan Petroleum-diesel.

⑶. Bio-diesel lebih mudah teroksidasi (bereaksi dengan oksigen) membentuk massa semi-solid (gum) seperti jelly, yang mana ini bermasalah terhadap mesin-mesin yang jarang dihidupkan atau dihidupkan kadang-kadang saja.

⑷. Bio-diesel lebih aktif secara kimiawi sebagai solvent dibanding Petroleum-diesel sehingga ia lebih agresif terhadap sebagian material yang biasanya dianggap aman terhadap Petroleum-diesel.


⚠ Jadi selain ada manfaatnya menggunakan Solar B20, namun ada juga kerugiannya.


Namun permasalahannya bukan di situ…


❓ Lantas apa?


Begini, pada Q1 2017 lalu, bahkan sampai dengan sekarang, harga pasaran Dunia dari CPO (Crude Palm Oil) itu merosot tajam – lihat: http://bit.ly/2DHev6A


Bahkan walau harga CPO pada Q4 2018 terjadi sedikit peningkatan, akan tetapi outlook harga di 2019 ini masih tidak bagus – lihat: http://bit.ly/2DEyt1B


Ditambah lagi CPO asal Nusantara ini diembargo Eropa Union (pasar kedua terbesar) karena mereka mempermasalahkan soal Lingkungan Hidup seperti kebakaran hutan, dan praktek perburuan / pembunuhan hewan-hewan yang dilindungi oleh para pemilik lahan Sawit – lihat: http://bit.ly/2DHUvk9 – serta juga proposal aturan Indirect Land Use Change (ILUC) factor yag dimaksudkan untuk memperkecil greenhouse gas effect di bawah "Renewable Energy Directive" dan "The Fuel Quality Directive" – lihat: http://bit.ly/2DIBCxE


Nah ini benar-benar membuat rugi bandar para Taipan pemilik 14 juta hektar lahan perkebunan Sawit – lihat: http://bit.ly/2DI7XEB – di Nusantara ini, yang katanya menyerap lebih dari 5,9 juta pekerja – lihat: http://bit.ly/2DGxqyw


Apa akal?


Para Taipan pemilik kebun-kebun Sawit itu pun teriak-teriak panik kepada para Centeng…


Para Centeng pun muncul dengan ide bahwa karena adanya kenaikan harga minyak Dunia sehingga perlu ada tambahan subsidi menjadi Rp 2.000,- per liter dari sebelumnya hanya Rp 500,- per liter – link: http://bit.ly/2DFJ2la


Padahal, sebagaimana CPO itu harganya jatuh di Q1 2017 dan seterusnya pada 2018, maka sebenarnya harga minyak mentah Dunia pun turun di Q3 2018 – lihat: http://bit.ly/2DKdkTO


Namun tetap saja ditetapkan program Mandory B20 – link: http://bit.ly/2DHpMne demi menyelamatkan para Taipan Sawit.


Apa akibatnya?


Dari sisi konsumen, Solar B20 itu bermasalah di mesin pengguna, yaitu tenaga yang dihasilkan kurang sementara pemakaian bahan bakar lebih boror. Saringan bahan bakar kebih cepat kotor. Sementara pada sebagian mesin dikarenakan materialnya tidak Bio-diesel friendly, maka mesinnya mudah terkena korosi sehingga konsekwensinya cepat pula turun mesin.


Masalah lainnya adalah masalah di kilang BBM, tempat pencampuran BBM itu dengan FAME. Dikarenakan BBM didistribusikan bergantian lewat satu pipa saja (Bensin (gasoline), Avtur (kerosene), dan Solar B20 bergantian lewat pipa yang sama). Seperti dijelaskan di atas, FAME itu mudah sekali membentuk semi-solid mass, sehingga terjadi akumulasi unwashed gum yang di atas ambang batas persyaratan, di mana ia melekat di dinding pipa, mengkontaminasi Bensin dan Avtur yang lewat setelahnya.


Solusinya?


Hanya satu, yaitu: bangun jaringan pipa baru! – yang mana itu tidak bisa terlaksana dalam 1-2 tahun begitu saja (walau ada dananya sekalipun).


Namun yang paling parah, lagi-lagi rakyat kecil "harus berkorban" demi menyelamatkan the Super Rich…


Sudahlah rugi mesin karena kinerja mesin lebih lemah, lebih boros, harus lebih sering service bahkan turun mesin. Bahkan bagi bukan pemakai Solar, juga terkena dampaknya karena Bensin dan Avtur pun juga terkontaminasi unwashed gum.


Sudah begitu, biaya beli FAME dari para Taipan Sawit itu pun dibebankan kepada rakyat dalam bentuk subsidi yang seharusnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat banyak, bukan hanya segelintir saja, apalagi itu adalah The Super Rich.


Sad isn't it?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Penguasa Zhōlim Belum Tentu Cerminan Rakyat Yang Buruk