Quota Ḥajji Terancam Dipangkas, Apa Solusinya?
Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Mochammad Irfan Yusuf mengungkap adanya wacana pengurangan quota ḥajji Indonesia hingga 50% oleh Pemerintah KSA (Kerajaan Saȕdi Àrabia) pada tahun 2026 sebagai akibat dari banyaknya permasalahan pada pelaksanaan ḥajji di 2025 ini.
Padahal, 2025 ini adalah tahun terakhir ḥajji dikelola oleh KemenAg (sebelum dialihkan ke BP Haji) dan MenAg mengakunya "masalah berhasil diatasi".*¹
Apa impact dari pengurangan quota ḥajji itu?
☠ Well, tentu saja adalah semakin lamanya antrian berangkatnya…!
Kalau sekarang menurut data KemenAg sendiri sudah 5.279.999 orang yang mendaftar ḥajji*², maka waktu tunggu rata-rata tertimbang (weighted average) adalah 29,45 tahun…!
Maka kalau quota dipangkas 50%, waktu tunggu itu akan menjadi 58,90 tahun…
Kalau itu jadi direalisasikan, sementara Angka Harapan Hidup (AHH) orang Indonesia menurut Biro Pusat Statistik adalah 70,32 tahun untuk laki-laki dan 74,21 tahun untuk perempuan*³ dan usia minimum untuk mendaftar ḥajji adalah 12 tahun*⁴…
Maka artinya apa?
Artinya, "sebagian besar" yang sudah mendaftar TIDAK AKAN bisa berangkat.
Karena orang yang mampu mendaftar kebanyakan adalah setelah bekerja, dan itu biasanya di atas usia 25 tahun. Bahkan kalaupun didaftarkan oleh orangtuanya dari sejak usia 12 tahun, maka secara AHH tidak bisa berangkat.
Iya memang porsi ḥajji itu bisa "diwariskan"*⁵… namun bukankah orang yang mendaftar itu pastinya inginnya dirinya sendiri yang berangkat ḥajji, bukan anak cucunya yang menggantikannya.
Sudahlah, hapuskan saja sistem rusak daftar bayar 25 juta untuk dapat quota ini. Kembalikan saja ke sistem siapa mampu, daftar dan langsung bayar full. Karena bukankah dasar ḥukumnya ḥajji ini sangat jelas di dalam al-Qur-ān:
وَلِلَّـهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلًاۚ
(arti) _“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allōh adalah melaksanakan ìbādah ḥajji ke Baitullōh, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.”_ [QS Āli Ìmrōn (3) ayat 97].
Manistaṭōà ilaihi (arti: memilki kemampuan atasnya) itu adalah multi aspek, yaitu: mampu secara fisik, mampu secara finansial, dan aman selama dalam perjalanan.
Kalau sudah sakit-sakitan, maka itu artinya tidak mampu.
Kalau harus mengutang sana-sini untuk biaya keberangkatan, tidak ada biaya untuk tanggungan yang ditinggalkan selama perjalanan, maka itu artinya tidak mampu.
Kalau tidak aman, ya artinya tidak mampu.
Sesederhana itu.
Jadi biarkan natural. Sedangkan kalau mau mengatur, maka atur saja sisi kebijakan pengelolaan logistik seperti penerbangan, akomodasi, konsumsi, dan tenda di ArMuzNa. Tetapkan standar yang layak dengan benar terhadap hal-hal tersebut. Kemudian awasi dengan benar & tegas standar hotel, standar kualitas & porsi makanan, dan jumlah kasur per jamāàh, dan pastinya kesehatan jamāàh.
Kemudian untuk petugas pendamping ḥajji, maka yang berangkat itu WAJIB benar-benar orang yang berkompeten dan benar-benar bekerja untuk jamāàh. Jangan lagi para diberangkatkan para HABIDIN (ḥajji atas biaya dinas) yang cuma jadi sampah tak berguna yang malah membuat sakit hati jamāàh saja, semisal anggota dewan yang ngaku-ngaku terhormat atau pejabat ini dan itu yang tidak jelas apa gunanya diberangkatkan.
Demikian, dan silakan kalau mau diskusi.
… … …
📖 RUJUKAN
*¹ https://kemenag.go.id/internasional/menag-bersyukur-tantangan-haji-2025-bertahap-dapat-diatasi-z14gu
*² https://haji.kemenag.go.id/v5/?search=waiting-list
*³ https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NTAxIzI=/angka-harapan-hidup-ahh-menurut-provinsi-dan-jenis-kelamin.html
*⁴ https://kemenag.go.id/nasional/batas-usia-pendaftar-haji-kini-12-tahun-fupns8
*⁵ https://kemenag.go.id/nasional/haji-tahun-ini-calon-jemaah-wafat-bisa-digantikan-keluarganya-7j5pgx
Komentar
Posting Komentar