Apa Itu Millah?

📌 Pada firman-Nya di dalam al-Qur-ān, Allōh ﷻ memperingatkan:

وَلَن تَرۡضَىٰ عَنۡكَ ٱلۡيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِِعَ مِلَّتَهُمْ

(arti) _“Dan takkan pernah riḍō orang-orang Yahūdiyy dan Naṣrōniyy itu kepadamu (Muḥammad) hingga kamu mengikuti millah mereka.”_ [QS al-Baqoroh (2) ayat 120].

Di dalam al-Qur-ān terjemahan Bahasa Indonesia, kata "millah" (ملة) itu seringkali diterjemahkan sebagai "agama". Hal itu tidaklah salah, namun sebenarnya ada terjemahan yang lebih tepat konteksnya…

❓ Apa terjemahan yang tepat untuk kata millah dalam konteks ayat suci tersebut?

📌 Sebenarnya apabila kita meneruskan membaca ayat-ayat berikutnya, maka pada ayat ke-135, jawabannya dijelaskan:

وَقَالُواْ كُونُواْ هُودًا أَوۡ نَصَٰرَىٰ تَهۡتَدُوا۟ۗ قُلۡ بَلۡ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِۦمَ حَنِيفًاۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ

(arti) _“Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahūdiyy atau Naṣrōniyy, niscaya kamu mendapat petunjuk!". Katakanlah (wahai Muḥammad): "Tidak, melainkan (kami mengikuti) millah Ibrōhīm yang lurus. Sedangkan dia (Ibrōhīm) itu bukanlah dari golongan orang-orang muṡrik."”_ [QS al-Baqoroh (2) ayat 135].

⚠ Maka dari sini sebenarnya dapat dipahami bahwa "millah" yang dimaksud itu adalah lebih kepada "way of life" atau "ideologi", yaitu millah-nya Nabī Ibrōhīm ﷺ, yaitu: Ketauḥīdan (pengesaan yang sebenar-benarnya kepada Allōh ﷻ dengan menjauhi segala bentuk keṡirikan dan kekufuran), yang merupakan àqīdah dari seluruh nabī dan rosūl. Sebab jelas Ṡariàt yang dibawa oleh para Nabiyullōh itu berbeda-beda.

📌 Bukti lain bahwa millah itu dalam konteks QS al-Baqoroh ayat 120 itu adalah way of life adalah sabda Baginda Nabī ﷺ:

لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ ‏؛ قُلْنَا : يَا رَسُولَ ٱللَّـهِ ٱلْيَهُودُ وَٱلنَّصَارَى ؟ ؛ قَالَ ‏:‏ فَمَنْ ؟

(arti) _“"Sungguh kalian akan mengikuti sunnah-sunnah ummat-ummat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal lalu sehasta demi sehasta hingga mereka memasuki lubang biawak, maka kalian pun akan mengikuti mereka." ; Para Ṣoḥābat bertanya, "Wahai Rosūlullōh, apakah yang engkau maksud itu kaum Yahūdiyy & Naṣrōniyy?" ; Beliau ﷺ menjawab: "Siapa lagi?"”_ [HR al-Buḳōriyy no 7320; Muslim no 2669; Ibnu Mājah no 3994; Aḥmad no 7990, 9443, 11415].

Sunnah-sunnah di sini tentu lebih tepat dipahami maksudnya sebagai: "way of life" karena yang diikuti itu adalah perbuatan (masuk ke lubang biawak).

Makanya kalau kita perhatikan, Baginda Nabī ﷺ saat memperingatkan ummatnya untuk menyelisihi Yahūdiyy dan Naṣrōniyy, maka itu selalu dimulai dari menyelisihi gaya / sikap dan perbuatannya, semisal:

▪️ Dalam hal memanjangkan jenggot dan mencukur kumis:

خَالِفُوا ٱلْمَجُوسَ ، أَوْفُوا ٱللِّحَى وَأَحْفُوا ٱلشَّوَارِبَ

(arti) _“Selisihilah kaum Majūsiyy. Panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis.”_ [HR al-Buḳōriyy no 5892; Muslim no 260].

Atau di dalam riwayat lainnya disebutkan: "خَالِفُوا ٱلْيَهُودَ وَٱلنَّصَارَى" (arti: selisihilah Yahūdiyy dan Naṣrōniyy).

▪️ Dalam hal memakai sandal / sepatu ketika ṣolāt:

خَالِفُوا ٱلْيَهُودَ ، فَإِنَّهُمْ لَا يُصَلُّونَ فِي نِعَالِهِمْ وَلَا خِفَافِهِمْ

(arti) _“Selisihilah orang-orang Yahūdiyy karena mereka ṣolāt tidak memakai sandal atau sepatu.”_ [HR Abū Dāwūd no 652].

▪️ Dalam hal mewarnai rambut yang telah beruban:

إِنَّ ٱلْيَهُودَ وَٱلنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ

(arti) _“Sungguh orang-orang Yahūdiyy dan Naṣrōniyy tidak mewarnai (uban mereka), maka selisihilah mereka.”_ [HR al-Buḳōriyy no 3462; Muslim no 2103].

▪️ Dalam hal makan sahur ketika berpuasa:

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ ٱلْكِتَابِ أَكْلَةُ ٱلسَّحَرِ

(arti) _“Perbedaan antara puasa kita dan puasanya Aḥlul-Kitāb adalah makan sahur.”_ [HR Muslim no 1096].

▪️ Dalam hal memakai celana panjang dan sarung:

تَسَرْوَلُوا وَائْتَزِرُوا ، وَخَالِفُوا أَهْلَ ٱلْكِتَابِ

(arti) _“Pakailah celana panjang dan sarung, selisihilah Aḥlul-Kitāb.”_ [HR Aḥmad no 21726].

‼️ Tentunya yang dimaksud menyelisihi itu adalah apa yang menjadi ciri khas penganut agama Yahūdiyy dan Naṣrōniyy, dan itu bisa saja pada saat sekarang berbeda dengan di masa lalu.

❓ Pertanyaannya adalah kenapa dimulai dari menyelisihi perbuatan yang kelihatannya sederhana saja?

Maka ini sebenarnya sederhana juga jawabannya, yaitu apabila kaum Muslimīn meniru-niru perbuatan atau kebiasaan kaum Yahūdiyy dan Naṣrōniyy itu, maka tentunya sedikit demi sedikit dimulai dari hal-hal sederhana lama-lama akan meniru ke hal-hal yang lebih besar dan bukan tak mungkin akan sampai kepada level àqīdah, dan tentunya terakhir akan menukar agamanya.

Tidak percaya?

Lihat saja sekarang...

Kalau orang Yahūdiyy & Naṣrōniyy meribā, maka kaum Muslimīn pun ikut-ikutan pula meribā.
Kalau orang Yahūdiyy & Naṣrōniyy bermusik-ria dan joget ketika ìbādah, maka sekarang kaum Muslimīn ada yang ṣolāwatan juga memakai musik dan bahkan berjoget.
Kalau orang Naṣrōniyy ada "saint" yang melakukan hal-hal yang di luar nalar sehingga mereka lalu berdoa kepadanya, maka kaum Muslimīn pun ada juga melakukan hal yang sama terhadap so-called "waliyy" dengan judul "istiġōṫah" atau "tawassul".

Lalu pada akhirnya, tiada bedanya antara Muslim dengan Yahūdiyy dan Naṣrōniyy… dan itulah maksud "ḥattā tattabià millatahum" itu. Mau Muslim, Yahūdiyy, Naṣrōniyy, namanya namun ternyata sama saja "casing"nya, bahkan "isi"nya.

Demikian, semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah!

Penguasa Zhōlim Belum Tentu Cerminan Rakyat Yang Buruk

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan