‘Ilmu & Pemahaman Itu Dua Hal Yang Terpisah

Kebanyakan dari muslim yang baru hijroh, lalu menemukan GPK Kokohiyyun, pasti terpesona dengan kajian ‘ilmu dari ngustad-ngustad GPK Kokohiyyun di DuTa maupun dengan tulisan-tulisan ngustad-ngustad Pesbuk GPK Kokohiyyun di DuMay.

Iyalah, karena sepertinya kajiannya dan tausiyahnya mereka penuh dengan ‘ilmu.

Jadi sepertinya oke banget itu gerombolan…

Tetapi, kenapa pada kenyataannya GPK Kokohiyyun itu, baik ngustadnya, atau cheerleadersnya, sampai ke kroco-kroconya, banyak sekali yang ngawur dan brengsek…???

Itu karena banyak yang tidak faham bahwa…

⚠ Antara ‘ilmu dengan pemahaman itu adalah dua hal yang terpisah…!

Iya.

Dalîlnya apa…?

📌 Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:

وَدَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ إِذْ يَحْكُمَانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شَاهِدِينَ ۞ فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ ۚ وَكُلًّا آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا ۚ وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُودَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ ۚ وَكُنَّا فَاعِلِينَ

(arti) _“Dan (ingatlah kisah) Dâwûd dan Sulaimân di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai ladang, karena ladang itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya yang merumput. Dan adalah Kami menjadi saksi atas keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami telah memberikan pemahaman kepada Sulaimân (tentang hukum yang lebih tepat). Dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hukum dan ‘ilmu, dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dâwûd. Dan Kami lah yang melakukannya.”_ [QS al-Anbiyâ’ (21) ayat 78-79].

⇛ Perhatikan, ternyata الله membedakan antara pemahaman dengan ‘ilmu.

Nabî Dâwûd عليه السلام dan Nabî Sulaimân عليه السلام keduanya sama-sama الله berikan hukum dan ‘ilmu "وَكُلًّا آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا", akan tetapi Nabî Sulaimân ternyata الله berikan pemahaman tentang hukum yang lebih tepat "فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ".

Begitu juga petunjuk dari Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم. Nabî صلى الله عليه وسلم menyatakan bahwa ‘ilmu dan pemahaman itu adalah dua hal yang berbeda.

📌 Kata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم:

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ غَيْرَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ

(arti) _“Semoga Allôh memperindah orang yang mendengar hadîts dari kami, ia menghafalkannya lalu ia menyampaikannya kepada orang lain. Bisa jadi orang yang menghafalkan fiqih tersebut menyampaikan kepada orang yang lebih faqih (lebih memahami) daripadanya, dan bisa jadi orang yang menguasai (menghafalkan) fiqih itu bukanlah termasuk orang yang faqih (memahami).”_ [HR at-Tirmidzî no 2656; Abû Dâwud no 3660; Ahmad no 20608; ad-Dârimî no 235].

⇛ Perhatikan, ternyata Baginda Nabî صلى الله عليه و سلم menegaskan bahwa bisa jadi pembawa ‘ilmu mengajarkannya kepada orang yang memahaminya lebih baik daripada dirinya, dan bisa jadi pembawa ‘ilmu itu bukanlah orang yang memahaminya.

Hal ini terbukti dari sejarah, berapa banyak murid yang ternyata lebih hebat dan berprestasi dari gurunya?

Jadi…

❓ Mengapa kita saksikan GPK Kokohiyyun itu walaupun mereka membawakan dalîl, mengusung atsar Shohâbat, menukilkan perkataan para ‘ulamâ’ baik yang terdahulu maupun yang terkini, tetapi implementasinya di gerombolannya kacau dan mengacau?

❗ Itu tidak lain karena pemahaman mereka terhadap dalîl, atsar Shohâbat, dan perkataan dari para ‘ulamâ’ itulah yang kacau dan menyimpang.

Mereka kacau lagi menyimpang dalam pemahamannya…!

☠ Pemahaman GPK Kokohiyyun terhadap dalîl, atsar Shohâbat, dan perkataan ‘ulamâ’ itulah yang menyimpang.

Maka dari itu Kholîfah ‘Umar ibn al-Khoththôb رضي الله عنه mewanti-wanti terhadap bahaya dari pemahaman yang menyimpang.

📍 Kata Kholîfah ‘Umar ibn al-Khoththôb رضي الله عنه ketika menerangkan tentang apa yang dapat merusak agama Islâm:

يَهْدِمُهُ زَلَّةُ الْعَالِمِ وَجِدَالُ الْمُنَافِقِ بِالْكِتَابِ وَحُكْمُ الْأَئِمَّةِ الْمُضِلِّينَ

(arti) _“Yang dapat menghancurkan Islâm adalah tergelincirnya seorang ‘ulamâ’, perdebatan orang munâfiq yang menggunakan al-Qur-ân, dan hukum dari para pemimpin yang menyesatkan.”_ [Atsar Riwayat ad-Dârimî no 220 ~ dishôhihkan oleh Husain Salim Asad ad-Daroni].

⇛ Perhatikan, semuanya adalah bahaya dari orang ber‘ilmu, khususnya dua hal yang pertama!

‘Ulamâ’ yang tergelincir dalam berfatwa adalah orang ber‘ilmu yang keliru.

Orang munâfiq yang mendebat dengan menggunakan al-Qur-ân, pasti juga ber‘ilmu karena dia mampu menggunakan dalîl untuk menyesatkan.

Ingatlah…

⚠ ‘Ilmu itu baru bermanfaat apabila ia dipahami dengan benar dan di‘amalkan dengan ikhlâsh.

Makanya kita harus berdo'a agar diberikan petunjuk dan kebenaran:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ
{allôhumma innî as-alukal hudâ was-sadâd}

(arti) _“Wahai Allôh, saya memohon kepada-Mu petunjuk dan kebenaran.”_

Kita berdo'a diberikan ‘ilmu yang bermanfaat, yang membawa kepada ‘amal shôlih:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
{allôhumma innî as-aluka ‘ilmân nâfi‘ân wa rizqôn thoyyibân wa ‘amalân muttaqobbalân}

(arti) _“Wahai Allôh, saya memohon kepada-Mu ‘ilmu yang bermanfaat, dan rezeki yang baik, dan ‘amal yang diterima."_

نَسْأَلُ اللهَ الْسَلَامَةَ وَالْعَافِيَةَ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rules of Engagement

Selektif Dalam Mencari Guru – Sebuah Tinjauan

Penguasa Zhōlim Belum Tentu Cerminan Rakyat Yang Buruk