Aluminium – Dulu Gengsinya Kaisar, Sekarang Kaleng Soda
Di dalam ìlmu Ekonomi, manfaat yang diperoleh oleh konsumen dari mengonsumsi 1 unit tambahan dari suatu barang / jasa akan terus menurun (diminishing) dari setiap unit tambahan yang dikonsumsinya sehingga itu akan menurunkan perceived value (nilai yang dirasakan) dari barang / jasa tersebut.
Contohnya adalah logam Aluminium, walau manusia sudah menggunakannya sejak zaman purba, dan Aluminium adalah unsur ketiga terbanyak di kerak Bumi, akan tetapi baru pada Abad XIX orang bisa mengekstraksinya dalam bentuk tak murni, yaitu oleh Hans Christian Ørsted (Denmark) pada 1825, dan kemudian pada 1827 Friedrich Wöhler (Jerman) memperbaiki metode Ørsted dan menghasilkan butiran Aluminium lebih murni. Pada 1845 Wöhler berhasil memproduksi aluminium dalam bentuk gumpalan kecil dan mulai mempelajari sifat-sifatnya.
Napoleon III, Kaisar Prancis dari tahun 1852 hingga 1870, tertarik pada potensi Aluminium sebagai logam ringan & kuat, terutama untuk keperluan militer (misalnya: membuat baju zirah & senjata yang lebih ringan). Ia bahkan mendanai penelitian Henri Sainte-Claire Deville yang kemudian berhasil mengembangkan metode kimia untuk menghasilkan Aluminium murni dalam skala yang lebih besar pada tahun 1854.
Namun karena metode yang ditemukan oleh Deville pada dasarnya hanya menyempurnakan metode Wöhler, dan membutuhkan banyak panas dan bahan kimia mahal (terutama Natrium), maka ia hanya cocok untuk produksi dalam skala kecil saja. Karena hal ituharga Aluminium murni masa sangat mahal, bahkan pada puncaknya harga Aluminium di Dekade 1850an itu masih sangat mahal, yaitu USD 1200 /kiloGram, sementara harga emas ketika itu "cuma" sekira USD 665 /kiloGram.
Karena saking mahalnya Aluminium, Kaisar Napoleon III dari Prancis sampai membuat peralatan makan aluminium untuk tamu khususnya, sedangkan tamu biasa cukup peralatan makan dari perak saja. Selain itu mahkota raja Denmark juga dibuat dari Aluminium, dan puncak dari Washington Monument (1884) juga dibuat dari Aluminium. Karena kelangkaan dan biaya produksinya yang tinggi pada masa itu, aluminium menjadi simbol kemewahan dan gengsi yang ekstrem sekaligus simbol dari kemajuan teknologi.
Namun pada tahun 1886, Charles Martin Hall (seorang pemuda berusia 23 tahun lulusan Oberlin College, Amrik) yang bekerja di gudang kayu milik keluarganya, berhasil mengekstrak Aluminium murni dengan cara melarutkan Alumina (Al2O3) dalam Kriolit cair (Na3AlF6) dan kemudian mengalirkan arus listrik searah melalui campuran tersebut. Aluminium cair mengendap di katoda. Pada tahun yang sama, Paul Héroult (seorang pemuda 22 tahun asal Prancis), juga menemukan proses elektrolisis yang identik secara prinsip. Héroult kemudian mematenkannya di Prancis beberapa bulan setelah Hall mematenkannya di Amrik.
Metode ekstraksi Hall- Héroult ini jauh lebih unggul daripada metode ekstraksi Deville karena membutuhkan suhu yang jauh lebih rendah, bahan baku produksi lebih murah dan bisa dilakukan untuk produksi massal.
Hall kemudian mendirikan Pittsburgh Reduction Company** (nantinya menjadi Alcoa - Aluminum Company of America) bersama investor, memulai produksi komersial Aluminium pertama di Amrik. Sedangkan Héroult membantu mendirikan pabrik Aluminium pertama di Swiss menggunakan prosesnya.
Kemudian pada 1888, Karl Josef Bayer mematenkan "Bayer Process" untuk memurnikan Bauksit menjadi Alumina (Al2O3) murni secara ekonomis. Kombinasi dari "Bayer Process" (untuk menghasilkan Alumina) dan "Hall-Héroult Process" (untuk mereduksi Alumina menjadi Aluminium) menjadi pondasi industri Aluminium modern. Kemudian diperkuat lagi dengan penyempurnaan sel elektrolisis material anoda yang dikneal dengan nama "Prebaked Söderberg"…
Akibatnya…?
Harga Aluminium pun jatuh secara spektakuler, dari USD 1200 /kiloGram pada Dekade 1850-an, menjadi sekitar USD 8 /kiloGram pada 1888, hingga di bawah USD 2 /kilogram (di awal Dekade 1900-an), dan terus turun seiring dengan peningkatan skala produksi dan efisiensi.
Aluminium pun berubah dari logam langka dan prestisius menjadi logam industri yang terjangkau dan tersedia luas.
Perceived value Aluminium yang dulunya sangat bergengsi sehingga jadi peralatan makan khusus Kaisar Napoleon III, kini hanya jadi kaleng minuman soda atau pembungkus makanan sekali pakai saja…
Komentar
Posting Komentar