Berpikir Lurus Itu Mahal
Dulu waktu saya sekolah, pas ujian ada jenis soalan dengan pilihan jawaban:
(A). Apabila Premis I benar, Premis II benar, dan keduanya saling berhubungan.
(B). Apabila Premis I benar, Premis II benar, namun keduanya tidak berhubungan.
(C). Apabila Premis I benar, Premis II salah, dan keduanya saling berhubungan
(D). Apabila Premis I salah, Premis II benar, dan keduanya saling berhubungan.
(E). Apabila Premis I salah, Premis II salah, dan keduanya tidak saling berhubungan.
Jenis pertanyaan yang seperti itu ternyata sangat penting dalam membangun logika berpikir, terutama dalam berdiskusi & mengemukakan pendapat. Namun sepertinya zaman sekarang banyak yang tak mempunyai kemampuan membangun logika dengan nalar yang lurus. Contohnya adalah sebagaimana screenshot terlampir.
Bagaimana mungkin mengeluarkan pernyataan bahwa "ternyata KH Ahmad Dahlan (pendiri ormas Muhammadiyah) bertasawuf dengan merujuk kepada karya-karya imam Al Ghazali rhm.", hanya berdasarkan pernyataan dari KH Haedar Nasir "dan pada pemikiran Sufi, Kiyai Ahmad Dahlan membaca karya Al Ghazali"…???
Coba ya, waktu mahasiswa dulu saya membaca karya dari semisal Karl Marx, Friedrich Hegel, Rosa Luxemburg untuk membahas ekonomi Komunisme. Atau membaca karya dari semisal Thomas Mun, Antonio Serra, dan James Stuart untuk membahas ekonomi Merkantilisme. Atau karya dari semisal Adam Smith, John Locke, David Ricardo, Jean-Baptiste Say, Milton Friedman, dan Joseph Schumpeter untuk membahas ekonomi Kapitalisme.
Maka apakah itu artinya saya jadi berpemahaman Komunisme / Merkantilisme / Kapitalisme karena saya merujuk pada karya dari tokoh-tokoh tersebut ketika membahas teori ekonomi mażhab terkait…?
Please deeeh…?!?
Cobalah berpikir dengan àqal sehat & nalar yang lurus, lalu tempatkan sesuatu itu pada tempatnya. Jangan berlebihan mengkritik Salafiyy – Wahhābiyy sehingga malah jadi ambyar. Kritiklah kelakuan kaum PENDAKU Salafiyy yang memang norak.
Adapun kalau terus-terusan tak mau pakai àqal sehat & nalar yang lurus, maka sebentar lagi bukan tak mungkin akan ikut-ikutan pula mengatakan: "tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan, tidak di kiri, tidak di mana-mana, tetapi ada", karena semua harus pakai "akal" (padahal àqalnya tak lurus), sehingga saat melihat orang gila malah dipercayaa, karena menganggap orgil itu adalah "wali"…
هدانا الله و إياكم أجمعين
Komentar
Posting Komentar