Kajian Berbayar
🧕 | Bang itu lagi ribut-ribut soal kajian berbayar, sebenarnya bagaimana sih, Bang?
🧔🏻♂️ | Agak panjang penjelasannya, mau dengerin?
🧕 | Mau dong, Bang!
🧔🏻♂️ | Baiklah…
Jadi begini, memang di dalam firman-Nya dalam al-Qur-ān Allōh ﷻ menyebutkan kelakuan jahat dari sebagian orang yang berìlmu:
يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ ٱللَّـهِ ثَمَنًا قَلِيلًا
(arti) _“Mereka menukarkan ayat-ayat Allōh dengan harga yang murah.”_ [QS al-Baqoroh (2) ayat 174; Āli Ìmrōn (3) ayat 187; at-Taubah (9) ayat 9; an-Naḥl (16) ayat 95].
Maka mari kita lihat apa tafsiran ùlamā’ mufassir tentang kalimat tersebut:
🔘 Al-Imām Ismāȉl ibn Ùmar ibn Kaṫīr رحمه اللـه تعالى menafsirkan di dalam kitābnya –Tafsīr al-Qur-ān al-Àẓīm– bahwa yang dimaksud itu adalah orang-orang yang menyembunyikan kebenaran atau mengganti-ganti arti atau makna dari ayat-ayat Allōh, terutama dari kaum Aḥlul-Kitāb (Yahūdiyy dan Naṣrōniyy), demi mendapatkan keuntungan duniawi (harta, kekuasaan / kedudukan / perempuan).
🔘 Al-Imām Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abī Bakr al-Qurṭubiyy رحمه اللـه تعالى menafsirkan di dalam kitābnya –Tafsīr al-Jāmi` li Aḥkām al-Qur-ān– bahwa ayat tersebut sebagai peringatan keras bagi siapa pun juga yang memperjualbelikan agama demi kepentingan duniawi (berupa: jabatan, pujian, harta).
🔘 Al-Imām Muḥammad ibn Ùmar ibn al-Ḥusain ar-Rōziyy رحمه اللـه تعالى menafsirkan di dalam kitābnya –Tafsīr al-Kabīr / Mafātīḥ al-Ġoib– bahwa tindakan yang memprioritaskan keduniawian atas kebenaran waḥyu adalah suatu bentuk kekufuran terhadap nikmat ìlmu dan kejahatan moral karena ia merupakan bentuk ketamakan yang merusak integritas ìlmiyyah dan agama.
🔘 Al-Imām Muḥammad ibn Jarīr ibn Yazīd al-Ṭobariyy رحمه اللـه تعالى menafsirkan di dalam kitābnya –Jāmi` al-Bayān àn Ta’wīl Āy al-Qur-ān– bahwa ayat tersebut mencakup siapa saja yang menyembunyikan atau mengubah ayat Allōh, termasuk ùlamā’ yang tahu kebenaran tetapi mengingkarinya demi uang atau kekuasaan.
⚠ Intinya:
⑴ menyampaikan kebenaran adalah amanah yang tak boleh ditukar dengan nikmat keduniawian,
⑵ Ìlmu Agama tak boleh dijadikan alat mencari kekayaan dengan cara yang tidak jujur,
sedangkan ancaman ini berlaku umum bukan hanya untuk Aḥlul-Kitāb saja, tetapi semua untuk semua orang yang memiliki ìlmu dan menyembunyikan kebenaran demi keduaniawian.
ℹ️ Jadi itu maksudnya orang-orang yang berìlmu yang mereka tahu kebenaran, akan tetapi mereka sembunyikan kebenaran itu dengan mengubah-ubah makna, arti, atau pemahaman dari dalīl, atau bahkan lebih buruk lagi memalsukan waḥyu. Para ùlamā’ fuqohā’ tak pernah menyebutkan kalau meminta bayaran ketika mengajarkan al-Qur-ān termasuk di dalam larangan pada ayat tersebut.
.
🧕 | Oh begitu, Bang… kalau kajian berbayar sendiri itu bagaimana?
🧔🏻♂️ | Pada zaman Nabī ﷺ ada ṣoḥābat yang meminta imbalan bayaran atas ruqiyah yang dilakukannya, dan perbuatan itu dilaporkan kepada Baginda Nabī ﷺ, maka Baginda Nabī ﷺ mengatakan:
إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ ٱللَّـهِ
(arti) _“ Sungguh-sungguh yang paling berhak kalian ambil upah darinya adalah Kitābullōh (al-Qur-ān).”_ [HR al-Buḳōriyy no 5737].
Maka mari kita lihat apa penjelasan ùlamā’ tentang ḥadīṫ tersebut:
🔘 Al-Imām Yahyā ibn Ṡarof ibn Murrī an-Nawawiyy رحمه اللـه تعالى menjelaskan di dalam kitābnya –Ṡarḥ Ṣoḥīḥ Muslim– bahwa ḥadīṫ tersebut menunjukkan kebolehan mengambil upah atas pengajaran atau ruqiyah dengan al-Qur-ān. Artinya, selama upah itu untuk jasa atau tenaga dan waktu yang dihabiskan, maka itu tidaklah mengapa selama tak menyembunyikan kebenaran.
🔘 Al-Imām Aḥmad ibn Àliyy ibn Muḥammad ibn Ḥajar al-ʿAsqolāniyy رحمه اللـه تعالى menjelaskan di dalam kitābnya –Fatḥ al-Bāriyy bi Ṣarḥ Ṣoḥīḥ al-Buḳōriyy– bahwa makna ḥadīṫ tersebut adalah memperbolehkan pengambilan upah atas jasa seperti mengajarkan ìlmu al-Qur-ān, meruqiyah dengan menggunakan ayat al-Qur-ān, atau kegiatan ṡar-ìyy lainnya yang terkait dengan al-Qur-ān — selama tak memperjualbelikan ayat secara bāṭil (menyembunyikan kebenaran atau memutarbalikkan dan menukar-nukar makna / arti ayat).
ℹ️ Para ùlamā’ telah menjelaskan bahwa larangan dalam ayat "menukar ayat-ayat Allōh dengan harga yang murah" itu ditujukan kepada orang yang menyembunyikan kebenaran atau memalsukan wahyu atau memutarbalikkan arti / makna ayat demi keuntungan pribadi, karena itu adalah penyelewengan dan pengkhianatan terhadap agama. Adapun mengambil upah atas jasa yang ḥalāl, seperti: mengajarkan ìlmu al-Qur-ān atau meruqyah dengan al-Qur-an bukanlah termasuk dari makna "menjual ayat".
.
🧕 | Jadi boleh ya meminta bayaran mengajarkan al-Qur-ān?
🧔🏻♂️ | Ya sangat boleh berdasarkan ḥadīṫ mulia di atas.
Bahkan di dalam riwayat yang lain ada seorang perempuan datang kepada Baginda Nabī ﷺ menyerahkan dirinya kepada Baginda Nabī ﷺ namun Baginda Nabī ﷺ tidak menjawabnya hingga ada seorang laki-laki berkata: "Apabila anda (wahai Rosūlullōh) tak berkehendak terhadapnya, maka nikāhkanlah ia denganku?"
Maka Baginda Nabī ﷺ menanyakan apakah ia memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar kepada perempuan tersebut, yang dijawabnya: "Saya tak memiliki apa-apa selain izar (sarung) yang kupakai ini."
Maka Baginda Nabī ﷺ pun mengatakan bahwa jikalau lelaki itu memberikan izarnya, maka ia tak punya pakaian untuk dipakai, dan Baginda Nabī ﷺ pun menyuruh lelaki itu untuk mencarilah sesuatu, dan lelaki itupun pergi.
Setelah pergi beberapa lama, lelaki itupun kembali namun tak menemukan apapun, dan Baginda Nabī ﷺ memerintahkan lelaki itu untuk terus mencari walau hanya cincin dari besi.
Beberapa lama lelaki itu kembali namun tetap tak menemukan apapun miliknya yang berharga, maka Baginda Nabī ﷺ pun menanyakan apakah lelaki itu hafal sesuatu dari al-Qur-ān yang dijawabnya: "Iya, saya hafal surat ini dan surat itu… (ia menyebutkan beberapa nama surah)."
Maka Baginda Nabī ﷺ pun bersabda:
زَوَّجْنَاكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ ٱلْقُرْآنِ
(arti) _“Saya nikāhkan kamu dengannya dengan (mahar) apa yang kamu hafalkan dari al-Qur-ān.”_ [HR al-Buḳōriyy no 5135; at-Tirmiżiyy no 1114; Mālik no 1140].
Jadi jelas mengajarkan al-Qur-ān itu ada monetary value-nya, yang bernilai uang itu adalah waktu dan tenaga serta pikiran yang dicurahkan untuk mengajarkan itu – BUKAN ìlmu al-Qur-ān itu sendiri, karena ìlmunya adalah milik Allōh ﷻ.
Maka kenapa sampai tak boleh ada kajian berbayar, sementara yang dijual itu bukanlah ìlmu-nya itu sendiri akan tetapi yang dimintai imbalan adalah waktu dari ustāżnya, tenaga dan keringat dari ustāżnya, dan juga kalau kajiannya di hotel atau tempat seminar dengan fasilitas yang baik serta juga konsumsi, maka tentunya ada biaya untuk itu, bukan?
Atau sekarang kajian online via Zoom / Google Meet / Microsoft Team / GoTo / Cisco Webex / Discord, itu kan ada biaya untuk studionya, untuk quota internetnya, dan untuk berlangganan aplikasinya sendiri. Tentu semua itu harus ada yang menanggung beban biayanya.
Satu hal lagi, bukankah sekolah / universitas keagamaan itu juga menarik bayaran dari siswa / mahasiswanya, sedangkan mereka mengajarkan al-Qur-ān dan al-Ḥadīṫ? Lantas apakah itu an sich masuk kepada "menjual ayat-ayat Allōh"…???
Ya tidak bisa begitu…!
Kalau main hajarblas begitu, bahkan si ngustad RB itu juga punya sekolahan berbayar loh? Masuk juga dong dia itu ke golongan orang "menjual ayat-ayat Allōh"…??? Nah loh…?!?
Demikian…
.
🧕 | Iya juga ya, Bang… terima kasih banyak atas penjelasannya…
Komentar
Posting Komentar